14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia,
baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak
dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak
dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik
sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan
pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh
pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah
yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional,
yaitu kebijaksanaan nasional
yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai
sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah
ini adalah :
1.
Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia?
2.
Apa sajakah fungsi bahasa Indonesia?
3.
Apa saja ragam bahasa Indonesia?
4.
Bagaimana hakikat bahasa?
C.
Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, penulisan
makalah ini dimaksudkan untuk :
1.
Mengetahui bagaimana kedudukan bahasa
Indonesia.
2.
Mengetahui fungsi bahasa Indonesia.
3.
Mengetahui ragam bahasa Indonesia.
4.
Mengetahui bagaimana hakikat bahasa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Bahasa Indonesia
Kedudukan bahasa Indonesia pada dasarnya
dapat dibedakan atas dua yang bertolak dari sejarah pertumbuhannya.
1.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Nasional
Kedudukan yang paling dahulu dari bahasa
Indonesia adalah kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kedudukan
itu melekat sejak sumpah pemuda tahun 1928 dengan ikrar yang ketiga berbunyi
menjoenjoeng tinggi bahasa persatoean bahasa Indonesia. Sejak tanggal 28
Oktober 1928 ini secara resmi telah diakui adanya bahasa Indonesia dan
mempunyai kewajiban untuk menjungjung tinggi bahasa pemersatu bangsa dengan
berbagai etnis yang ada.
2.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Beriringan dengan sejarah perjalanan bangsa
Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945, sehari sesudahnya pada tanggal 18
Agustus 1945 diakui keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Kedudukan itu termaktub dalam pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi “Bahasa negara
adalah bahasa Indonesia”. Jadi, tanggal 18 Agustus 1945 yang disahkannya UUD
1945 berarti kedudukan bahasa Indonesia
juga sebagai bahasa negara selain memiliki kedudukan sebagai bahasa
nasional yang ada sejak tanggal 28 Oktober 1928.
Masalah
kedudukan bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan kehidupan bernegara
dapat dibedakan berikut ini. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
diembannya dalam persoalan kehidupan berbangsa bukan dalam kehidupan bernegara.
Demikian juga, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara diembannya
dalam persoalan kehidupan bernegara bukan dalam kehidupan berbangsa.
B. Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia
memiliki fungsi sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia itu sebagai bahasa
nasional dan sebagai bahasa negara. Halim (1979:50) menjelaskan empat fungsi
bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional. Selain itu, Halim
(1979:52) juga menjelaskan empat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara. Fungsi-fungsi bahasa Indonesia itu dijelaskan berikut
ini.
1. Empat Fungsi Bahasa Indonesia dalam Kedudukannya
sebagai Bahasa Nasional
Dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia mempunyai empat fungsi berikut ini.
a. Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan nasional. Seluruh bangsa
Indonesia patut berbangga dengan adanya satu bahasa nasional di antara berbagai
bahasa daerah dengan etnis yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia memang unik
karena terdiri dari berbagai etnis dan berbagai bahasa daerah. Namun demikian,
pemikir bangsa Indonesia pada masa lalu mampu menetapkan satu bahasa nasional.
Satu bahasa nasional di antara banyaknya penutur yang memiliki bahasa pertama
(bahasa daerah) yang berbeda-beda itu merupakan suatu kebanggan bangsa kita.
Barangkali, tidaklah banyak bangsa yang memiliki satu bahasa nasional yang
dipakai secara luas dan dijunjung tinggi oleh berbagai etnis itu.
b. Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Bangsa Indonesia
terdiri dari berbagai etnis atau suku bangsa. Dengan kondisi bangsa Indonesia
yang beragam itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas
nasional. Kita perlu membangun kepercayaan diri bangsa kita. Untuk itu, kita
memerlukan identitas bangsa. Jadi, identitas bangsa Indonesia salah satunya
dapat diwujudkan melalui bahasa nasional. Artinya, bangsa Indonesia dengan
berbagai suku dan berbagai bahasa daerah itu dapat diidentikan sebagai sebuah
bangsa melalui satu bahasa nasional yakni bahasa Indonesia.
c. Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa. Artinya,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai
suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke
dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu pula, akhir-akhir ini
banyak orang yakin bahwa bangsa Indonesia masih bisa bertahan sebagai suatu
bangsa karena tetap dipersatukan oleh satu bahasa nasional yaitu bahasa
Indonesia.
d. Bahasa
Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.
Jika bangsa kita tidak memiliki satu bahasa nasional, maka permasalahan utama
yang pasti akan muncul adalah hambatan komunikasi di antara suku bangsa.
Indonesia memiliki suku dan bahasa daerah yang sangat beragam. Keberagaman suku
dan bahasa daerah itu akan terasa sekali di wilayah Indonesia Timur. Dua
wilayah yang dibatasi oleh sebuah bukit, dapat pula terdiri atas dua suku yang
berbeda dan dua bahasa yang berbeda pula. Demikian pula, dua pulau yang
berdekatan, dapat pula terdiri dari dua suku yang berbeda dan dua bahasa yang
berbeda pula. Oleh karena itu, masalah komunikasi diantara berbagai suku dan
bahasa daerah yang berbeda itu dapat diatasi dengan adanya satu bahasa nasional
yakni bahasa Indonesia.
2. Empat Fungsi Bahasa Indonesia dalam
Kedudukannya Sebagai Bahasa Negara
Dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai 4 fungsi sebagai
berikut ini.
a.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai
bahasa resmi kenegaraan. Seluruh kegiatan kenegaraan dan penyelengraan
kenegaraan di negara Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia. Artinya,
kegiatan upacara kenegaraan, pidato kenegaraan, dokumen kenegaraan, surat-surat
kenegaraan haruslah menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.
b.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan. Kegiatan belajar mengajar di
sekolah dan di perguruan tinggi menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar. Selain itu, bahasa Indonesia tidak hanya digunakan sebagai bahasa
pengantar, bahasa Indonesia juga digunakan dalam pengembangan bahan ajar
seperti buku ajar, buku teks, buku penunjang pelajaran, dan sebagainya.
c.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional serta kepentingan pemerintahan. Untuk kelancaran
komunikasi antar lembaga negara, digunakan bahasa Indonesia agar perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
d.
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat
pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Indonesia kaya dengan
berbagai kebudayaan sejalan dengan
kayanya suku bangsa di Indonesia. Kebudayaan tersebut perlu dikembangkan dan
dikomunikasikan kepada berbagai suku bangsa di Indonesia. Untuk itu, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan. Selain itu, bahasa
Indonesia juga digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke
seluruh rakyat Indonesia. Penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berbahasa asing ke bahasa Indonesia merupakan wujud fungsi bahasa Indonesia
itu sebagai alat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
C. Ragam-ragam Bahasa Indonesia
Ragam bahasa
pada hakikatnya adalah variasi penggunaan bahasa oleh para penutur bahasa itu.
Dengan konsep itu, keberadaan bahasa Indonesia resmi (baku) dalam penggunaan
bahasa Indonesia oleh para penuturnya merupakan salah satu bentuk variasi
bahasa dari variasi bahasa Indonesia lainnya. Hal penting yang perlu dipahami
adalah bahwa bahasa Indonesia resmi digunakan pada tempat atau suasana yang
resmi atau hal lain yang menjadi alas an digunakan bahasa resmi tersebut.
Ragam bahasa Indonesia
dibedakan Alwi (1993:36) berdasarkan penutur bahasa dan berdasarkan jenis
pemakaian bahasa. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan penutur diperinci menurut
tinjauan (1) daerah, (2) pendidikan dan (3) sikap penutur. Ragam bahasa
Indonesia berdasarkan jenis pemakaian bahasa diperinci menurut tinjauan (1)
bidang/pokok persoalan, (2) sarananya, dan (3) gangguan percampuran.
Ragam-ragam bahasa Indonesia dapat dijelaskan berikut ini.
1) Berdasarkan
Daerah Asal Penutur
Ditinjau berdasarkan daerah asal penutur, bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang Indonesia memiliki variasi atau ragam.
Ragam-ragam bahasa Indonesia dari sudut daerah penutur ini sering disebut
dengan logat. Dengan demikian akan terdapat beberapa ragam bahasa Indonesia
yakni bahasa Indonesia logat Batak, bahasa Indonesia logat Minangkabau, bahasa
Indonesia logat Jawa, bahasa Indonesia logat Aceh, bahasa Indonesia logat
Sunda, bahasa Indonesia logat Bali, bahasa Indonesia logat Menado, bahasa
Indonesia logat Melayu dan sebagainya.
2) Berdasarkan
Pendidikan Penutur
Berdasarkan sudut pandang pendidikan para
penuturnya, bahasa Indonesia dibedakan atas beberapa ragam atau variasi. Dari
sudut itu, kelihatan bahasa Indonesia memiliki variasi penggunaanya. Bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang yang berpendidikan berbeda dengan bahasa
Indonesia yang digunakan oleh orang yang
tidak berpendidikan. Oleh karena itu, dapat dibedakan adanya bahasa Indonesia
ragam orang berpendidikan dan bahasa Indonesia ragam orang tidak berpendidikan.
3) Berdasarkan
Sikap Penutur
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan sikap penutur
dapat dibedakan atas beberapa macam. Ragam bahasa menurut sikap penutur
menggunkan bahasa Indonesia itu dapat pula disebut dengan langgam atau gaya.
Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang digunakan para penutur berdsarkan
sikapnya dapat dibedakan atas beberapa macam yakni bahasa Indonesia ragam
resmi, bahasa Indonesia ragam akrab, bahasa Indonesia ragam santai, dan
sebagainya.
4) Berdasarkan
Pokok Persoalan
Bahasa Indonesia ditinjau berdasarkan pokok
persoalan yang dibicarakan dapat pula dibedakan atas ragam-ragam bahasa
Indonesia itu. Setiap pokok persoalan atau bidang yang dibicarakan telah
memperlihatkan variasi bahasa Indonesia sesuai dengan bidang itu. Bahasa
Indonesia yang digunakan dalam bidang militer telah memperlihatkan kekhasannya
atau variasi dengan bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang kedokteran,
sebagai misal pengungkapan adanya operasi dalam bidang kedokteran akan berbeda
dengan pengungkapan adanya operasi dalam bidang militer. Jadi, ragam bahasa
menurut pokok persoalan dibedakan adanya ragam bahasa bidang agama, politik,
militer, teknik, kedokteran, seni, dan sebagainya.
5) Berdasarkan
Sarana
Bahasa Indonesia, dilihat dari berdasarkan
sarananya, dapat dibedakan atas ragam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Bahasa
Indonesia lisan masing-masing memiliki variasi dengan bahasa Indonesia tulis.
Bahasa Indonesia tulis telah tidak lagi persis sama dengan bahasa Indonesia lisan.
Hal itu terjadi karena bahasa Indonesia tulis telah diatur dengan sistem atau
aturannya sendiri. Akhirnya, bahasa Indonesia lisan memiliki kekhasan dan
bahasa Indonesia tulis juga memiliki kekhasan. Namun, kadang-kadang perlu
dicermati tidak semua bahasa Indonesia yang lisan sebagai ragam lisan karena
mungkin yang lisan itu pada hakikatnya adalah bahasa Indonesia ragam tulis. Hal
itu terjadi disebabkan bahasa Indonesia ragam tulis yang dilisankan seperti
dalam berita radio, pembacaan naskah, pidato menggunakan naskah, dan
sebagainya.
Bahasa ragam lisan jelas memiliki perbedaan dengan
bahasa ragam tulis. Lyons (1977:69) mengemukakan secara mendasar perbedaan
bahasa ragam lisan dan bahasa ragam tulis terlihat pada ciri (1) perbedaan
tingkat pementingan unsur gramatika, leksikal, prosodi, dan paralingual, (2)
perbedaan kelengkapan unsur, dan (3) ada tidaknya sifat kespontanan.
Berdasarkan ciri itu akan terlihat perbedaan bahasa ragam lisan dan ragam tulis
secara nyata. Pada intinya ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa
Indonesia tulis dapat dilihat kekhasannya masing-masing dari aspek: (1)
kosakata yang dimilikinya dan (2) struktur kalimat yang digunakannya.
6) Berdasarkan
Gangguan Percampuran
Bahasa Indonesia berdasarkan pemakainnya telah
memperlihatkan adanya percampuran dengan bahasa asing dengan yang tidak
mengalami percampuran. Hal itu terlihat bila bahasa Indonesia digunakan oleh
para penuturnya terutama penutur di tingkat atas. Oleh karena itu, pada dasarnya bahasa Indonesia dapat
dibedakan atas ragam bahasa Indonesia mengalami pencampuran dan yang tidak
mengalami pencampuran.
Untuk menambah khasanah pemikiran tentang ragam
bahasa Indonesia ada baiknnya dikemukakan ragam kreatif bahasa Indonesia
menurut Sudaryanto. Setidaknya ada lima ragam bahasa Indonesia menurut
Sudaryanto (1977:50) yakni: (1) bahasa Indonesia ragam Jurnalistik; (2) bahasa
Indonesia ragam literer; (3) bahasa
Indonesia ragam filosofik; (4) bahasa Indonesia ragam akademik; (5) bahasa
Indonesia ragam bisnis. Penjelasan dan keterkaitan kelima ragam itu akan
dijelaskan berikit ini.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik berada di tengah
keempat ragam yang lain. Bahasa Indonesia ragam jurnalistik eksis di tengah
pengaruh dan mempengaruhi keempat ragam yang lain tersebut. Kepolosan merupakan
alas utama ragam jurnalistik dengan menggunakan daya yang lugas
menginformasikan fakta. Ragam literer atau ragam sastra dengan alas utama
kepekaan menggunakan daya kejut mengimajinasi. Ragam filosofik muncul dengan
alas kearifan menggunakan daya petualang berkontemplasi atau daya renung. Ragam
akademik menggunakan alas kejernihan dengan daya canggih mengabstraksi. Ragam
bisnis menggunakan alas keramahan dengan daya menyugesti.
D.
Hakikat
Bahasa
Hakikat bahasa
dapat diartikan sebagai suatu yang mendasardari bahasa. Hakikat bahasa sama
pengertiannya dengan ciri atau sifat hakiki terhadap bahasa. Kridalaksana (1983), mengemukakan hakikat bahasa itu diantaranya adalah:
1.
Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Sistem berarti susunan teratur
berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem
terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara
fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun
menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu
bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun
menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem
bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri
dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik,
dan tataran leksikon.
2.
Bahasa itu Berwujud
Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang
dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda
yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa
tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton),
gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer,
artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan
yang dilambangkannya.
3. Bahasa itu berupa bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi
adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang
bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang
dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.
4. Bahasa itu bersifat
arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan “sewenang-wenang, berubah-ubah,
tidak tetap, mana suka”.
Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib
antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian
yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam
dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant
(penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep
yang dikandung signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada
hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang
tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia
mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna
sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita
dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun
untuk mengetahui maknanya.
5. Bahasa itu bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu
berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu
konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi
itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu
bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan
bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
6. Bahasa itu bersifat
konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk
suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat
bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk
mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa
Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan
lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
7. Bahasa itu bersifat unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa
mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas
ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan
kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
8. Bahasa itu bersifat
universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal.
Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di
dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa
itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
9. Bahasa itu bersifat
produktif
Bahasa bersifat produktif,
artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur
yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak
terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa
itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/.
Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
·
/i/-/k/-/a/-/t/
·
/k/-/i/-/t/-/a/
·
/k/-/i/-/a/-/t/
·
/k/-/a/-/i/-/t/
10. Bahasa itu bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari
berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang
tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi
bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
1.
Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat
perorangan.
2.
Dialek : Variasi bahasa yang
digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu
waktu.
3.
Ragam : Variasi bahasa yang
digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
11. Bahasa
itu bersifat dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan
gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya
dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan
manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu
selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi
dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru,
peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
12. Bahasa
itu manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat
komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia,
yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi,
dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh
manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan
dan fungsi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Dimana kedudukannya
sebagai lambang kebanggan nasional, lambang identitas nasional, alat
pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya
dan bahasanya, dan alat penghubung antarbudaya antar daerah.
Setelah mengetahui kedudukan dan fungsinya, pertanyaan kita
selanjutnya mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di
tengah-tengah arus arus Globalisasi? Untuk menjawab persoalan ini, marilah kita
menengok ke belakang bagaimana bahasa Indonesia yang ketika itu masih disebut
bahasa Melayu mampu bertahan dari berbagai pengaruh bahasa lain, baik bahasa
asing maupun bahasa daerah lainnya di Nusantara. Sejauh ini tanpa terasa banyak
kosakata yang sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap
sebagai kosakata bahasa Melayu/Indonesia.
Semoga apa yang pemakalah sampaikan dapat membangkitkan
semangat kita untuk lebih mencintai, menjadi bangga, dan menjadi motivasi kita
untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
B.
Kritik
dan Saran
Kami menyadari, dalam
pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai
penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen.
Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri.
Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah Swt.
DAFTAR
PUSTAKA
Ermanto dan Emidar. 2009. Bahasa Indonesia. Padang:
UNP Press
http://musyariftugasbahasa.blogspot.co.id/
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar