Kamis, 19 Oktober 2017

Makalah - Kedudukan, Fungsi, Ragam, dan Hakikat Bahasa (STKIP NASIONAL)

MAKALAH
BAHASA INDONESIA
TENTANG
“Kedudukan, Fungsi, Ragam Bahasa Indonesia”
Disusun Oleh:
Adi Darma Surya (17101080)
Fitri Ramadhani Wenas (17101025)
Lisa Putri Ana (17101054)

Dosen Pembimbing:
Drs. Junaidi Arif, M.Pd

 PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP NASIONAL PADANG PARIAMAN

TAHUN 2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapakan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelusaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk dan isinya yang mungkin sangat sederhana.
Makalah ini berisikan tentang kedudukan bahasa Indonesia, fungsi bahasa Indonesia, ragam bahasa Indonesia dan hakikat bahasa. Semoga makalah ini dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi para pembaca.
Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis harapkan pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.


Padang Pariaman, 4 Oktober 2017
Penulis 

DAFTAR ISI
Kata Pengantar……….….…………………………………………………………………….
i
Daftar isi……………………………………………………………………………………….
ii
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………………….
1
     1.  Latar Belakang………………………………………………………………….………
1
     2.  Rumusan Masalah…………………………….………………………………………...
1
     3.  Tujuan Penulisan………………………………………………………………………..
1
BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………………
2
A.       Kedudukan Bahasa Indonesia…………………………………………………………
2
1.      Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional………………………..
2
2.      Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara………………………...
2
B.        Fungsi Bahasa Indonesia………………………………………………………….
3
1.   Empat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional
3
2.   Empat  fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara
4
C.        Ragam-ragam Bahasa Indonesia………………………………………………………
5
D.       Hakikat Bahasa………………………………………………………………………..
8
BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………………….
13
     A.    Kesimpulan…………………………………………………………………………...
13
     B.    Saran…………………………………………………………………………………..
13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………
14

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.

B.        Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.         Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia?
2.         Apa sajakah fungsi bahasa Indonesia?
3.         Apa saja ragam bahasa Indonesia?
4.         Bagaimana hakikat bahasa?

C.        Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk :
1.         Mengetahui bagaimana kedudukan bahasa Indonesia.
2.         Mengetahui fungsi bahasa Indonesia.
3.         Mengetahui ragam bahasa Indonesia.
4.         Mengetahui bagaimana hakikat bahasa.

BAB II
PEMBAHASAN

A.          Kedudukan Bahasa Indonesia
      Kedudukan bahasa Indonesia pada dasarnya dapat dibedakan atas dua yang bertolak dari sejarah pertumbuhannya.

1.            Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
     Kedudukan yang paling dahulu dari bahasa Indonesia adalah kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Kedudukan itu melekat sejak sumpah pemuda tahun 1928 dengan ikrar yang ketiga berbunyi menjoenjoeng tinggi bahasa persatoean bahasa Indonesia. Sejak tanggal 28 Oktober 1928 ini secara resmi telah diakui adanya bahasa Indonesia dan mempunyai kewajiban untuk menjungjung tinggi bahasa pemersatu bangsa dengan berbagai etnis yang ada.

2.      Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Beriringan dengan sejarah perjalanan bangsa Indonesia yang merdeka 17 Agustus 1945, sehari sesudahnya pada tanggal 18 Agustus 1945 diakui keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Kedudukan itu termaktub dalam pasal 36 UUD 1945 yang berbunyi “Bahasa negara adalah bahasa Indonesia”. Jadi, tanggal 18 Agustus 1945 yang disahkannya UUD 1945 berarti kedudukan bahasa Indonesia  juga sebagai bahasa negara selain memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional yang ada sejak tanggal 28 Oktober 1928.
Masalah kedudukan bahasa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan kehidupan bernegara dapat dibedakan berikut ini. Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional diembannya dalam persoalan kehidupan berbangsa bukan dalam kehidupan bernegara. Demikian juga, kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara diembannya dalam persoalan kehidupan bernegara bukan dalam kehidupan berbangsa.
B.       Fungsi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki fungsi sejalan dengan kedudukan bahasa Indonesia itu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara. Halim (1979:50) menjelaskan empat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional. Selain itu, Halim (1979:52) juga menjelaskan empat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara. Fungsi-fungsi bahasa Indonesia itu dijelaskan berikut ini.
1.    Empat Fungsi Bahasa Indonesia dalam Kedudukannya sebagai Bahasa Nasional
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai empat fungsi berikut ini.
a.       Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebangsaan nasional. Seluruh bangsa Indonesia patut berbangga dengan adanya satu bahasa nasional di antara berbagai bahasa daerah dengan etnis yang berbeda-beda. Bangsa Indonesia memang unik karena terdiri dari berbagai etnis dan berbagai bahasa daerah. Namun demikian, pemikir bangsa Indonesia pada masa lalu mampu menetapkan satu bahasa nasional. Satu bahasa nasional di antara banyaknya penutur yang memiliki bahasa pertama (bahasa daerah) yang berbeda-beda itu merupakan suatu kebanggan bangsa kita. Barangkali, tidaklah banyak bangsa yang memiliki satu bahasa nasional yang dipakai secara luas dan dijunjung tinggi oleh berbagai etnis itu.
b.      Bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai etnis atau suku bangsa. Dengan kondisi bangsa Indonesia yang beragam itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang identitas nasional. Kita perlu membangun kepercayaan diri bangsa kita. Untuk itu, kita memerlukan identitas bangsa. Jadi, identitas bangsa Indonesia salah satunya dapat diwujudkan melalui bahasa nasional. Artinya, bangsa Indonesia dengan berbagai suku dan berbagai bahasa daerah itu dapat diidentikan sebagai sebuah bangsa melalui satu bahasa nasional yakni bahasa Indonesia.
c.       Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa. Artinya, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu pula, akhir-akhir ini banyak orang yakin bahwa bangsa Indonesia masih bisa bertahan sebagai suatu bangsa karena tetap dipersatukan oleh satu bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.
d.      Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar budaya. Jika bangsa kita tidak memiliki satu bahasa nasional, maka permasalahan utama yang pasti akan muncul adalah hambatan komunikasi di antara suku bangsa. Indonesia memiliki suku dan bahasa daerah yang sangat beragam. Keberagaman suku dan bahasa daerah itu akan terasa sekali di wilayah Indonesia Timur. Dua wilayah yang dibatasi oleh sebuah bukit, dapat pula terdiri atas dua suku yang berbeda dan dua bahasa yang berbeda pula. Demikian pula, dua pulau yang berdekatan, dapat pula terdiri dari dua suku yang berbeda dan dua bahasa yang berbeda pula. Oleh karena itu, masalah komunikasi diantara berbagai suku dan bahasa daerah yang berbeda itu dapat diatasi dengan adanya satu bahasa nasional yakni bahasa Indonesia.
2.     Empat Fungsi Bahasa Indonesia dalam Kedudukannya Sebagai Bahasa Negara
Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia mempunyai 4 fungsi sebagai berikut ini.
a.             Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan. Seluruh kegiatan kenegaraan dan penyelengraan kenegaraan di negara Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia. Artinya, kegiatan upacara kenegaraan, pidato kenegaraan, dokumen kenegaraan, surat-surat kenegaraan haruslah menggunakan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan.
b.            Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan. Kegiatan belajar mengajar di sekolah dan di perguruan tinggi menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Selain itu, bahasa Indonesia tidak hanya digunakan sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia juga digunakan dalam pengembangan bahan ajar seperti buku ajar, buku teks, buku penunjang pelajaran, dan sebagainya.
c.             Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintahan. Untuk kelancaran komunikasi antar lembaga negara, digunakan bahasa Indonesia agar perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan lancar.
d.            Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Indonesia kaya dengan berbagai kebudayaan  sejalan dengan kayanya suku bangsa di Indonesia. Kebudayaan tersebut perlu dikembangkan dan dikomunikasikan kepada berbagai suku bangsa di Indonesia. Untuk itu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan. Selain itu, bahasa Indonesia juga digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi ke seluruh rakyat Indonesia. Penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbahasa asing ke bahasa Indonesia merupakan wujud fungsi bahasa Indonesia itu sebagai alat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

C.     Ragam-ragam Bahasa Indonesia
Ragam bahasa pada hakikatnya adalah variasi penggunaan bahasa oleh para penutur bahasa itu. Dengan konsep itu, keberadaan bahasa Indonesia resmi (baku) dalam penggunaan bahasa Indonesia oleh para penuturnya merupakan salah satu bentuk variasi bahasa dari variasi bahasa Indonesia lainnya. Hal penting yang perlu dipahami adalah bahwa bahasa Indonesia resmi digunakan pada tempat atau suasana yang resmi atau hal lain yang menjadi alas an digunakan bahasa resmi tersebut.
Ragam bahasa Indonesia dibedakan Alwi (1993:36) berdasarkan penutur bahasa dan berdasarkan jenis pemakaian bahasa. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan penutur diperinci menurut tinjauan (1) daerah, (2) pendidikan dan (3) sikap penutur. Ragam bahasa Indonesia berdasarkan jenis pemakaian bahasa diperinci menurut tinjauan (1) bidang/pokok persoalan, (2) sarananya, dan (3) gangguan percampuran. Ragam-ragam bahasa Indonesia dapat dijelaskan berikut ini.
1)      Berdasarkan Daerah Asal Penutur
Ditinjau berdasarkan daerah asal penutur, bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang Indonesia memiliki variasi atau ragam. Ragam-ragam bahasa Indonesia dari sudut daerah penutur ini sering disebut dengan logat. Dengan demikian akan terdapat beberapa ragam bahasa Indonesia yakni bahasa Indonesia logat Batak, bahasa Indonesia logat Minangkabau, bahasa Indonesia logat Jawa, bahasa Indonesia logat Aceh, bahasa Indonesia logat Sunda, bahasa Indonesia logat Bali, bahasa Indonesia logat Menado, bahasa Indonesia logat Melayu dan sebagainya.
2)      Berdasarkan Pendidikan Penutur
Berdasarkan sudut pandang pendidikan para penuturnya, bahasa Indonesia dibedakan atas beberapa ragam atau variasi. Dari sudut itu, kelihatan bahasa Indonesia memiliki variasi penggunaanya. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang berpendidikan berbeda dengan bahasa Indonesia  yang digunakan oleh orang yang tidak berpendidikan. Oleh karena itu, dapat dibedakan adanya bahasa Indonesia ragam orang berpendidikan dan bahasa Indonesia ragam orang tidak berpendidikan.
3)      Berdasarkan Sikap Penutur
Ragam bahasa Indonesia berdasarkan sikap penutur dapat dibedakan atas beberapa macam. Ragam bahasa menurut sikap penutur menggunkan bahasa Indonesia itu dapat pula disebut dengan langgam atau gaya. Oleh karena itu, bahasa Indonesia yang digunakan para penutur berdsarkan sikapnya dapat dibedakan atas beberapa macam yakni bahasa Indonesia ragam resmi, bahasa Indonesia ragam akrab, bahasa Indonesia ragam santai, dan sebagainya.
4)      Berdasarkan Pokok Persoalan
Bahasa Indonesia ditinjau berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan dapat pula dibedakan atas ragam-ragam bahasa Indonesia itu. Setiap pokok persoalan atau bidang yang dibicarakan telah memperlihatkan variasi bahasa Indonesia sesuai dengan bidang itu. Bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang militer telah memperlihatkan kekhasannya atau variasi dengan bahasa Indonesia yang digunakan dalam bidang kedokteran, sebagai misal pengungkapan adanya operasi dalam bidang kedokteran akan berbeda dengan pengungkapan adanya operasi dalam bidang militer. Jadi, ragam bahasa menurut pokok persoalan dibedakan adanya ragam bahasa bidang agama, politik, militer, teknik, kedokteran, seni, dan sebagainya.
5)      Berdasarkan Sarana
Bahasa Indonesia, dilihat dari berdasarkan sarananya, dapat dibedakan atas ragam bahasa Indonesia lisan dan tulis. Bahasa Indonesia lisan masing-masing memiliki variasi dengan bahasa Indonesia tulis. Bahasa Indonesia tulis telah tidak lagi persis sama dengan bahasa Indonesia lisan. Hal itu terjadi karena bahasa Indonesia tulis telah diatur dengan sistem atau aturannya sendiri. Akhirnya, bahasa Indonesia lisan memiliki kekhasan dan bahasa Indonesia tulis juga memiliki kekhasan. Namun, kadang-kadang perlu dicermati tidak semua bahasa Indonesia yang lisan sebagai ragam lisan karena mungkin yang lisan itu pada hakikatnya adalah bahasa Indonesia ragam tulis. Hal itu terjadi disebabkan bahasa Indonesia ragam tulis yang dilisankan seperti dalam berita radio, pembacaan naskah, pidato menggunakan naskah, dan sebagainya.
Bahasa ragam lisan jelas memiliki perbedaan dengan bahasa ragam tulis. Lyons (1977:69) mengemukakan secara mendasar perbedaan bahasa ragam lisan dan bahasa ragam tulis terlihat pada ciri (1) perbedaan tingkat pementingan unsur gramatika, leksikal, prosodi, dan paralingual, (2) perbedaan kelengkapan unsur, dan (3) ada tidaknya sifat kespontanan. Berdasarkan ciri itu akan terlihat perbedaan bahasa ragam lisan dan ragam tulis secara nyata. Pada intinya ragam bahasa Indonesia lisan dan ragam bahasa Indonesia tulis dapat dilihat kekhasannya masing-masing dari aspek: (1) kosakata yang dimilikinya dan (2) struktur kalimat yang digunakannya.
6)      Berdasarkan Gangguan Percampuran
Bahasa Indonesia berdasarkan pemakainnya telah memperlihatkan adanya percampuran dengan bahasa asing dengan yang tidak mengalami percampuran. Hal itu terlihat bila bahasa Indonesia digunakan oleh para penuturnya terutama penutur di tingkat atas. Oleh karena itu,  pada dasarnya bahasa Indonesia dapat dibedakan atas ragam bahasa Indonesia mengalami pencampuran dan yang tidak mengalami pencampuran.
Untuk menambah khasanah pemikiran tentang ragam bahasa Indonesia ada baiknnya dikemukakan ragam kreatif bahasa Indonesia menurut Sudaryanto. Setidaknya ada lima ragam bahasa Indonesia menurut Sudaryanto (1977:50) yakni: (1) bahasa Indonesia ragam Jurnalistik; (2) bahasa Indonesia  ragam literer; (3) bahasa Indonesia ragam filosofik; (4) bahasa Indonesia ragam akademik; (5) bahasa Indonesia ragam bisnis. Penjelasan dan keterkaitan kelima ragam itu akan dijelaskan berikit ini.
Bahasa Indonesia ragam jurnalistik berada di tengah keempat ragam yang lain. Bahasa Indonesia ragam jurnalistik eksis di tengah pengaruh dan mempengaruhi keempat ragam yang lain tersebut. Kepolosan merupakan alas utama ragam jurnalistik dengan menggunakan daya yang lugas menginformasikan fakta. Ragam literer atau ragam sastra dengan alas utama kepekaan menggunakan daya kejut mengimajinasi. Ragam filosofik muncul dengan alas kearifan menggunakan daya petualang berkontemplasi atau daya renung. Ragam akademik menggunakan alas kejernihan dengan daya canggih mengabstraksi. Ragam bisnis menggunakan alas keramahan dengan daya menyugesti.

D.           Hakikat Bahasa
Hakikat bahasa dapat diartikan sebagai suatu yang mendasardari bahasa. Hakikat bahasa sama pengertiannya dengan ciri atau sifat hakiki terhadap bahasa. Kridalaksana (1983), mengemukakan hakikat bahasa itu diantaranya adalah:

1.      Bahasa itu adalah Sebuah Sistem

       Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
       Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.

2.      Bahasa itu Berwujud Lambang

       Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmu semiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.

3.
  Bahasa itu berupa bunyi

       Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.

4.
  Bahasa itu bersifat arbitrer

         Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.
         Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.

5.
  Bahasa itu bermakna

          Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa.
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa

6.
   Bahasa itu bersifat konvensional

           Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.

7.   Bahasa itu bersifat unik

         Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.

8.   Bahasa itu bersifat universal

         Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.

9.
  Bahasa itu bersifat produktif

         Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
·            /i/-/k/-/a/-/t/ 
·            /k/-/i/-/t/-/a/
·            /k/-/i/-/a/-/t/
·            /k/-/a/-/i/-/t/
10. Bahasa itu bervariasi

         Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
1.         Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan. 
2.         Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
3.         Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.

11. Bahasa itu bersifat dinamis

        Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

12. Bahasa itu manusiawi

         Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.










BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Dimana kedudukannya sebagai lambang kebanggan nasional, lambang identitas nasionalalat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan alat penghubung antarbudaya antar daerah.
Setelah mengetahui kedudukan dan fungsinya, pertanyaan kita selanjutnya mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di tengah-tengah arus arus Globalisasi? Untuk menjawab persoalan ini, marilah kita menengok ke belakang bagaimana bahasa Indonesia yang ketika itu masih disebut bahasa Melayu mampu bertahan dari berbagai pengaruh bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah lainnya di Nusantara. Sejauh ini tanpa terasa banyak kosakata yang sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap sebagai kosakata bahasa Melayu/Indonesia.
Semoga apa yang pemakalah sampaikan dapat membangkitkan semangat kita untuk lebih mencintai, menjadi bangga, dan menjadi motivasi kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

B.           Kritik dan Saran
Kami menyadari, dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sebagai penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama dosen. Kami hanyalah manusia biasa. Jika ada kesalahan, itu datangnya dari kami sendiri. Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah Swt.




DAFTAR PUSTAKA

Ermanto dan Emidar. 2009. Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press
http://musyariftugasbahasa.blogspot.co.id/